ADALAH kemustahilan KPK bisa melenggang aman memberantas korupsi di saat negara berada dalam kendali kekuasaan politik yang sepenuhnya berada di tangan partai-partai yang tubuhnya terinfeksi virus korupsi. Mustahil pula KPK terlindung aman kelanjutan hidupnya oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang dipenuhi oleh perwakilan partai yang selalu meneriakkan retorika anti korupsi namun pada waktu yang sama sebagian kadernya bergelimang suap dan korupsi. Adalah fakta bahwa eksistensi partai selama ini, diakui atau tidak, untuk sebagian bersandar kepada dana hasil korupsi. Dan, partai-partai inilah yang kini sedang mengayun-ayunkan nasib KPK melalui move revisi UU KPK.

Sama mustahilnya, mengharapkan KPK bisa bekerja optimal sementara ia dibentur kiri-kanan, sehingga kerapkali oleng, baik oleh sebagian (sesama) aparat penegakan hukum, tak terkecuali kalangan advokat, karena tujuan dan kepentingan subjektif yang berbeda. Beberapa lembaga penegakan hukum selama ini, diakui atau tidak, digerogoti korupsi internal. Sekaligus, penyalahgunaan kekuasaan, terutama korupsi dalam penanganan korupsi. Sikap tidak kooperatif, untuk tidak mengatakannya kesengajaan membentur, yang dilakukan Polri terhadap KPK dalam kaitan kasus Korupsi di Korlantas Polri, bisa dilihat dalam konteks ketidakbersihan internal tersebut. Dari pemberitaan pers terbaru, Tempo misalnya, terlontar semacam sinyalemen, tentang kuatnya sikap alert dan alergi Polri terhadap penanganan kasus tersebut oleh KPK. Tak lain karena sejumlah petinggi Polri kuatir kasus itu bisa (atau memang telah?) merambat ke atas sampai level Kapolri.
Benturan dan gempuran bertubi-tubi juga senantiasa datang dari kalangan advokat, seperti yang antara lain terlihat dalam berbagai forum diskusi di televisi, forum ILC tvOne misalnya. Diakui atau tidak, sejumlah pengacara setidaknya dalam satu dekade terakhir telah menikmati suatu ladang rezeki Continue reading KPK Dalam Arus Hipokrisi dan Konspirasi Politik-Kekuasaan