Kaum Ahmadiyah dan Politik Menteri Agama (1)

“Ya, Ahmadiyah memiliki kedekatan, namun saya tidak setuju dengan pengkramatan Mirza Ahmad. Tetapi kita seharusnya mengagumi Ahmadiyah dengan cara mereka menyebarkan agama di India yang terus berkembang”, Bung Karno (Di Bawah Bendera Revolusi).

SETAHUN lebih sudah peristiwa kerusuhan penyerangan yang menewaskan tiga orang warga Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang Banten (6 Februari 2011) berlalu, tapi hingga kini mereka yang terusir belum dapat pulang ke kampung halamannya. Tim pendamping warga Ahmadiyah, Firdaus Mubarik, mengatakan kepada wartawan di kantor YLBHI, hingga saat ini pemerintah tidak dapat memberikan keadilan dan perlindungan kepada para korban. Selain intimidasi, ketakutan warga Ahmadiyah bertambah dengan kabar, bahwa tanah dan bangunan milik mereka akan dijual oleh oknum tanpa persetujuan mereka. (VoaNews.com, Jakarta, Senin, 06 Februari 2012).

MIRZA GHULAM AHMAD. “..dia mengklaim bahwa dirinya adalah seorang mujaddid (pembaru), dan pada tahap berikutnya dia mengklaim lagi dirinya sebagai Mahdi Al-Muntazhar (Imam Mahdi yang ditunggu) dan Masih Al-Maud (Nabi Isa yang dijanjikan akan turun ke bumi). Lalu setelah itu, lebih jauh lagi ia mengaku sebagai nabi, dan menyatakan bahwa kenabiannya lebih tinggi dan agung dari kenabian Nabi Muhammad SAW”. (gambar download)

Untuk kejadian itu, para pelaku serangan tersebut divonis hanya antara tiga hingga enam bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Banten, dengan dakwaan membawa senjata tajam dan mengganggu ketertiban umum. Karena pembunuhan itu tidak dianggap sebagai kejahatan, tidak heran bila penyerangan terhadap warga Ahmadiyah terus berlangsung di tempat lain. Inilah salah satu dari sekian banyak fenomena kekerasan beragama yang terjadi di Indonesia, yang sebelumnya konon dikenal sebagai contoh Islam yang santun.

Hilangnya kemerdekaan beragama tanpa proses pengadilan yang benar, karena membiarkan keinginan sekelompok orang yang mengaku lebih berhak menentukan nasib seeorang dalam beragama, bisa berakibat fatal. Di mana fungsi Menteri Agama, yang seharusnya melindungi umat?

Pembaru dari India
Ahmadiyah adalah gerakan pembaruan agama Islam di India, yang dirintis oleh Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadiyani (1835-1908) yang dilahirkan di Desa Qadian, di wilayah Punjab, India, dengan tujuan mengatasi krisis sosial umat Islam akibat tekanan penjajahan Inggris. Qadian terletak 57 km sebelah Timur kota Lahore, dan 24 km dari kota Amritsar di provinsi Punjab. Pada awalnya, ia berdakwah sebagaimana para dai yang lain, tetapi ditambah dengan cara yang lebih kreatif melalui buku yang menyebar lagi lebih luas, sehingga terkumpul di sekelilingnya orang-orang yang mendukungnya. Setelah sukses, dia mengklaim bahwa dirinya adalah seorang mujaddid (pembaru), dan pada tahap berikutnya dia mengklaim lagi dirinya sebagai Mahdi Al-Muntazhar (Imam Mahdi yang ditunggu) dan Masih Al-Maud (Nabi Isa yang dijanjikan akan turun ke bumi). Lalu setelah itu, lebih jauh lagi ia mengaku sebagai nabi, dan menyatakan bahwa kenabiannya lebih tinggi dan agung dari kenabian Nabi Muhammad SAW.

Dalam perkembangannya, karena perbedaan dalam menafsirkan istilah kenabian tersebut, Ahmadiyah pecah menjadi dua aliran yang bertentangan, yaitu: (1) Ahmadiyah Qadian, merupakan kelompok yang memercayai bahwa Mirza Ahmad adalah seorang mujaddid (pembaru), dan seorang nabi yang tidak membawa syariat baru, dan (2) Ahmadiyah Lahore, yang secara umum tidak menganggap Mirza Ahmad sebagai nabi, melainkan hanya sekadar mujaddid dari ajaran Islam. Namun, dari kedua aliran ini yang kemudian berkembang sangat pesar adalah Ahmadiyah Qadian, dimulai dengan sebuah sekolah dasar dan percetakan di Qadian yang digunakan untuk menyiarkan ajaran serta berita-berita tentang kelompok mereka.

Ada pendapat yang mengatakan, gerakan itu justru dibentuk oleh pemerintah kolonial Inggris di India untuk meredam perlawanan terhadap penjajahan atas nama agama, dan menjauhkan kaum Muslim dari agama Islam. Ketika Mirza Ahmad mengangkat dirinya menjadi pembaru, dengan corong gerakannya Majalah Al-Adyan yang diterbitkan dalam bahasa Inggris, kaum Muslimin yang bergabung menyibukkan diri dengannya sehingga mengalihkan perhatian dari jihad melawan penjajahan Inggris. Tidak heran bila pemerintah Inggris banyak berbuat baik kepada mereka, sehingga ia dan pengikutnya pun memperlihatkan loyalitas kepada Pemerintah Inggris.

Sir Lepel Griffin, di dalam buku The Punjab Chiefs menyebut Mirza Ahmad tumbuh dari keluarga yang terpelajar dan bijak, sehingga keluarga ini tetap memegang kedudukan dan pangkat yang pantas serta terpandang dalam pemerintahan Kerajaan Moghul India sebagai kadi (hakim), hingga beberapa turunan. Kelebihan itu pun hilang setelah kelompok Singh berkuasa, dan ayah Mirza Ahmad  itu beserta saudara-saudaranya pun bekerja pada Maharaja Ranjit Singh sebagai tentara. Namun, ada pendapat lain yang menyebutkan keluarga Mirza Ahmad yang lebih terdidik Barat itu tidak loyal kepada negaranya, India. Begitulah, dia tumbuh untuk mengabdi kepada pemerintah Inggris yang menjajah India, dan menaatinya.

Di antara ulama yang melawan dakwah Mirza Ahmad, adalah Syaikh Abdul Wafa’, seorang pemimpin Jami’ah Ahlul Hadis, di India. Ia mendebat dan mematahkan hujjah (pendapat) Mirza Ahmad, dengan menyingkap keburukan yang disembunyikan, kekufuran serta penyimpangan pengakuannya. Bahkan, ketika Mirza Ahmad masih juga belum kembali kepada kebenaran, Syaikh Abul Wafa’ mengajaknya ber-mubahalah (berdoa bersama) agar Allah mematikan siapa yang berdusta di antara mereka berdua, dan yang benar tetap hidup. Kebetuan sekali, konon tidak lama setelah bermubahalah, Mirza Ahmad menemui ajalnya (http://oase.kompas.com/read/2011/02/ 14/12050819/ Ahmadiyah.Islam.atau.Bukan)

Dalam pandangan arus besar umat Islam, karena mengakui adanya nabi setelah Nabi Muhammad SAW, maka Ahmadiyah difatwa sesat dan menyesatkan. “Mengapa kaum muslimin bersikap keras untuk memisahkan Ahmadiyah dari Islam?”, tanya Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri India pada waktu itu, kepada Dr. Mohamamd Iqbal, cendekiawan muslim Pakistan. “Karena Ahmadiyah berkeinginan membentuk dari umat nabi Arabi (Muhammad SAW) satu umat yang baru bagi nabi Hindi (Mirza Ahmad). Wahyu kenabian sudah final, dan siapa pun yang menerima wahyu setelah Muhammad SAW adalah pengkhianat kepada Islam,” lanjut Iqbal. Dalam pandangan Iqbal, Ahmadiyah tidak lain adalah alat kolonialisme Inggris (Gatra, No 34, Kamis 3 Juli 2008).

Menurut Djohan Effendi, tokoh pluralisme dalam agama –Sekretaris Negara era pemerintahan Gus Dur dan mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Agama RI– sejak tahun 1974 berdasarkan undang-undang  Ahmadiyah diposisikan sebagai minoritas non-muslim di Pakistan. Mereka tidak dilarang, bahkan sesuai dengan konstitusi Pakistan, kelompok Ahmadiyah mendapat jatah kursi di parlemen sebagaimana halnya golongan minoritas lainnya seperti Hindu, Buddha dan Kristen.

Namun, mereka tidak mau mengambilnya, karena dalam amandemen konstitusi dimuat definisi tentang siapa yang disebut sebagai muslim. Berdasarkan definisi itu Ahmadiyah dikatagorikan sebagai non-muslim. Maka itu kenon-musliman Ahmadiyah di Pakistan tidak atas dasar pengakuan diri warga Ahmadiyah, akan tetapi semata-mata berdasarkan konstitusi negara itu yang diamandemenkan pada tahun 1974. Mereka dilarang mengucapkan salam assalamu ‘alaikum, mengganti sebutan mesjid untuk tempat sembahyang mereka, dan dilarang  mengumandangkan azan dengan pengeras suara (Djohan Effendi, Negara dan ‘Aliran Sesat”, http://umarsaid.free.fr/).

Sikap Pakistan yang mengeluarkan Ahmadiyah dari golongan Islam tersebut menjadi rujukan bagi negara lain untuk melarangnya, seperti yang terjadi di Malaysia dan Brunei Darussalam.

Berlanjut ke Bagian 2

-Tulisan ini disusun untuk sociopolitica oleh Syamsir Alam, mantan aktivis mahasiswa era Orde Baru. Sudah lama mengubur ‘kapak perperangan’, namun tergerak untuk menggalinya kembali setelah melihat karut-marut situasi politik sekarang.

4 thoughts on “Kaum Ahmadiyah dan Politik Menteri Agama (1)”

  1. Qoute dalam gambar itu dari mana yah. kata-kata terakhirnya “…lebih jauh lagi ia mengaku sebagai nabi, dan menyatakan bahwa kenabiannya lebih tinggi dan agung dari kenabian Nabi Muhammad SAW”. saya rasa itu tidak benar.

  2. Ketika Mirza Ghulam Ahmad (MGA) berumur 40 tahun (1876), setelah ayahnya meninggal, ia mengaku bahwa Tuhan telah berkomunikasi dengannya melalui wahyu (http://id.wikipedia.org/wiki/Mirza_Ghulam_Ahmad, yang mengutip tulisan Prof.Dr. Iskandar Zulkarnain dalam bukunya “Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, PT LJIS Pelangi Aksara, 2005, hlm 80). Kemudian, mengaku lagi menjadi Mahdi dan Nabi (1891) (http://en.eikipedia.org/wiki/claims-of-Mirza-Ghulam-Ahmad). Status kenabian yang diungkap dalam buku “Barahiyn (Barahee) Ahmadiyah” edisi ke 4 (1884) tersebut diterima oleh kelompok Ahmadiyah aliran Qadian, namun dibantah oleh kelompok Ahmadiyah aliran Lahore yang hanya mengakui MGA sebagai mujadid (pembaru agama), yang menafsirkan haqiqat-ul-wahy dalam buku Roohani Khazain (al-khazain al-ruhiyah) vol 18 hlm 231 tersebut sebagai wahyu dakwah (tabsyiri wal indzari), nabi yang tidak membawa syariat baru. Lihat tulisan Dr. Zahid Aziz berjudul “Hazrat Mirza Ghulam Ahmad did not Claim to be a prophet in Haqiqat-ul-wahy”(http://www.ahmadiyya.org/noclaim/hqw-rep.htm), atau tulisan Prof.Ir.Faturakhman Ahmadi Didjosugito MSc., Ketua Umum Pedoman Besar Gerakan Ahmadiyah Indonesia (PBGAI) (http://studiislam.wordpress.com/2010/04/09/pengakuan-klaim-mirza-ghulam-ahmad-bukan-sebagai-nabi-tetapi-sebagai-muhadas-mujadid-wali/).
    Mudah-mudahan jawaban ini dapat menjelaskan.

  3. Dengan tulus saya haturkan banyak terima kasih atas tulisannya yang lengkap menerangkan hal tema religi. Jujur saja saya perlu harus terus mempelajari banyak tentang ajaran Islam karena merasa fakir dan kurang, dan perlu bimbingan dari informasi. Hormat saya, Munawar di Pulau Terpencil.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s