SASARAN utama provokasi dan kekerasan oleh massa PKI di Jawa Tengah pada masa prolog Peristiwa 30 September 1965, adalah para pengikut PNI. Padahal, di tingkat nasional, PNI dan PKI seolah-olah terkesan kuat sebarisan dalam barisan Nasakom. Di tubuh PNI kala itu PKI bahkan berhasil ‘menanam’ seorang kadernya, Ir Surachman, dalam posisi penting sebagai Sekertaris Jenderal DPP PNI, mendampingi Ketua Umum Ali Sastroamidjojo SH. Itu sebabnya kemudian dalam pergolakan politik tahun 1966 ada penamaan PNI Asu, untuk membedakan dengan faksi PNI Osa-Usep yang menolak pengaruh unsur kom di tubuhnya.

Kenapa pengikut PNI di Jawa Tengah menjadi sasaran utama PKI, tak lain karena pada waktu itu, pengikut-pengikut PNI di Jawa Tengah dominan dalam jabatan-jabatan pemerintahan daerah, dominan dalam dunia usaha dan memegang kepemilikan terbesar dalam pertanahan. Sedangkan sasaran politik PKI adalah pemerataan kepemilikan tanah dengan cara radikal, dan untuk jangka panjang pemerataan kekayaan. Secara ideal, pemerataan tentulah baik, namun bila dilakukan dengan cara paksa dan radikal melalui kekerasan, sama artinya dengan penjarahan. Di Jawa Timur, sementara itu, para haji pengikut NU lah yang menjadi pemilik areal terluas tanah-tanah pertanian maupun dalam berbagai bentuk penggunaan tanah lainnya. Para pengikut NU juga unggul dalam kehidupan ekonomi lainnya. Maka, di provinsi tersebut, aksi radikal massa PKI dalam pertanahan dan perang terhadap apa yang mereka namakan ‘setan desa’ lebih tertuju kepada para pengikut NU.
Bisa dipahami bila kemudian pada masa epilog, saat terjadinya pembalasan dendam sosial politik di Jawa Timur, pelaku terdepan dalam peristiwa tersebut adalah massa NU, khususnya Barisan Ansor Serba Guna dari Pemuda Ansor. Kita ingin kembali mengutip pemaparan dalam buku “Titik Silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966” –yang untuk sebagian pernah dimuat di blog sociopolitica Continue reading Kutub Tujuh Pemberontakan di Indonesia: Di Ujung Kiri PKI, di Ujung Kanan DI/TII (4)