PKB: ‘Telur’ NU Yang Akhirnya Hanya Menjadi ‘Penggembira’ (2)

Syamsir Alam*

PARTAI ini mengikuti pemilu pertama kali pada tahun 1999 dengan perolehan suara sebanyak 12,6% (13,4 juta) dengan 52 kursi di DPR, dan  berhasil mengantar Gus Dur menjadi presiden Republik Indonesia, yang menjabat dari tahun 1999 sampai petengahan tahun 2001. Namun, ketika ikut lagi pada tahun 2004 perolehan suaranya turun menjadi 10,6% (12 juta) dengan 52 kursi, dan turun lagi pada pemilu tahun 2009 menjadi 4,9% (5,2 juta) dengan 28 kursi, penurunan besar (50% kursi) dari hasil perolehan pada tahun 2004. Berarti sebagian besar suara Nahdliyin sudah pergi ke partai lain. “PKB sekarang semakin kecil,  karena masalah yang membelit elitenya,” kata KH Hasyim Muzadi, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam Malang dan Depok, pada halaqah Mukernas I PPP di Kediri, Februari 2012. (http://nasional.inilah.com/ read/detail/1833027/ hasyim-muzadi-ppp-makin-kuat-pkb-kian-kecil).

YENNY WAHID PUTERI GUS DUR. Saat “di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta (9 Juli 2008), Muhaimin dan Yenny Wahid sempat menjadi ‘perhatian utama’ publik, karena keduanya saling berebut kertas nomor urut PKB, yang mendapat nomor urut 13”. (Foto The Jakarta Post)

Konflik panjang PKB yang menandakan pecahnya ikatan kekeluargaan

Setahun menjelang pemilu tahun 2009, terjadilah konflik di tubuh PKB merugikan partai ini dengan terbentuknya dua versi PKB, yaitu PKB kubu Muhaimin dan PKB pimpinan Gus Dur. Dimulai dengan acara pelepasan Ketua Bappilu PKB, Mahfud MD sebagai hakim konstitusi (26 Maret 2008), yang berlanjut menjadi rapat rutin gabungan Ketua DPP PKB yang membahas munculnya isu pihak-pihak yang ingin menggelar Muktamar Luar Biasa (MLB) untuk menggoyang Gus Dur dari Ketua Umum Dewan Syuro PKB. Rapat internal itu akhirnya berujung pada pencopotan Muhaimin Iskandar dari jabatan Ketua Umum Dewan Tanfidz PKB. Dari 30 orang yang hadir, 20 orang memilih opsi agar Muhaimin mundur, 5 orang mendukung agar digelar MLB, 3 suara menolak MLB, dan 2 abstain. Dalam pemungutan suara itu, Gus Dur, Muhaimin dan Mahfud MD tidak mendapat hak suara. (Kompas.com, Jakarta, Sabtu, 19 Juli 2008 | 03:16 WIB).

Namun, PKB kubu Muhaimin secara resmi mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (14 April 2008), yang menggugat Ketua Dewan Syuro PKB Gus Dur atas pemecatan dirinya sebagai Ketua Dewan Tanfidz DPP PKB. Sementara Sekjen PKB kubu Muhaimin, Lukman Edy, menggugat Gus Dur karena tidak terima pemecatan dirinya dari Sekjen PKB dengan alasan rangkap jabatan. Setelah itu, PKB pimpinan Gus Dur menggelar MLB di Ponpes Al-Asshriyyah, Parung, Bogor (30 April sampai 1 Mei 2008), yang menghasilkan keputusan: Gus Dur sebagai Ketua Umum Dewan Syuro PKB, Ali Masykur Musa menggantikan Muhaimin sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz, dan Yenny Wahid tetap sebagai Sekjen.

Pada giliran PKB kubu Muhaimin yang menggelar MLB di Hotel Mercure Ancol (2-4 Mei 2008), MLB yang lebih mewah dari MLB Parung itu menghasilkan keputusan: Muhaimin sebagai Ketua Umum PKB, sementara KH Aziz Mansyur ditetapkan sebagai Ketua Dewan Syuro, dan Lukman Edy sebagai Sekjen. Dengan cepat PKB Muhaimin menyerahkan berkas pendaftaran partai ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Minggu (11/5) siang. Sidang perdana konflik yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (15 Mei 2008) tidak dihadiri oleh pengurus internal PKB, baik dari PKB kubu Muhaimin yang mengajukan gugatan, maupun PKB versi MLB Parung pimpinan Gus Dur, dan Ali Masykur Musa, selaku pihak tergugat.

Setelah itu, PKB Muhaimin meresmikan kantor Lembaga Pemenangan Pemilu (LPP) PKB di Kawasan Menteng, Jakarta (29 Mei 2008), dan menetapkan Erman Soeparno, kader PKB yang menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebagai Ketua LPP PKB Muhaimin. Besoknya (30 Mei 2008), Ali Masykur Musa Ketua Umum PKB Parung, melaporkan Lukman Edy (Sekjen PKB Muhaimin) ke Mabes Polri atas tuduhan tindak pidana melakukan pemalsuan dalam jabatan yang telah diberhentikan MLB Parung), berupa pemakaian lambang partai atau atribut PKB dengan tujuan untuk mengakui bahwa masih menjabat sebagai Sekjen DPP PKB.

Selama proses tersebut berlanjut,PKB kubu Muhaimin dengan sigap membuka pendaftaran caleg (calon anggota legislatif) yang dimulai 18 Juni-1 Juli 2008 di kantor LPP PKB Menteng, Jakarta. Sedangkan, PKB Parung baru menggelar acara pendaftaran caleg PKB di kantor DPP PKB Kalibata, Jakarta pada 11 Juli 2008. Dalam acara itu, Ketua Umum PKB versi Muktamar Parung, Ali Masykur Musa, yang sudah dua periode menjabat anggota DPR, memutuskan mundur dan tidak mencalonkan lagi sebagai caleg PKB periode 2009-2014. Pada acara pengambilan nomor urut parpol peserta Pemilu 2009 di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta (9 Juli 2008), Muhaimin dan Yenny Wahid sempat menjadi “perhatian utama” publik, karena keduanya saling berebut kertas nomor urut PKB, yang mendapat nomor urut 13, meski pun kemudian keduanya sama-sama mengangkatnya.

Konflik PKB ikut memanas dengan ditetapkannya anggota DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) Yusuf  Emir Faishal sebagai tersangka kasus dugaan suap alih fungsi hutan bakau (mangrove) di Musi Banyuasin, Sumsel (15 Juli 2008). Yenny menyebut Muhaimin dan orang-orang dekatnya ikut kecipratan duit dari Yusuf Faishal. Sebagai balasannya, PKB Muhaimin lewat kuasa hukumnya mengultimatum 3 X 24 jam bagi Yenny untuk mengklarifikasi pernyataannya (16 Juli 2008). Jika tidak, Yenny akan dilaporkan ke polisi.

Puncaknya, kasasi PKB Gus Dur mengenai konflik PKB ditolak oleh Mahkamah Agung (MA). Dalam putusan kasasi bernomor 441/kasus kasasi/Pdt/2008 itu, MA memutuskan struktur kepengurusan PKB kembali ke hasil Muktamar Semarang 2005. Gus Dur tetap sebagai Ketua Umum Dewan Syura, dan Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz (18 Juli 2008). (http://nasional.kompas.com/read/ 2008/07/19/03164441 /jalan.panjang.konflik.pkb)

Mencoba menggalang kembali kekuatan para kiai sebagai pendulang suara

Walaupun tampil sebagai partai terbuka, semua orang tahu bahwa PKB adalah partai kelompok Islam tradisionalis berwawasan kebangsaan yang kuat. Dengan kekuatan yang terpusat di Jawa Timur dan beberapa basis NU, jelaslah nasib PKB terletak pada suara para Nahdliyin yang sudah tersebar ke partai-partai lain. Masalahnya, sekarang ini dengan struktur kepengurusannya yang diisi oleh mayoritas anak muda, tidak ada figur kuat yang dipunyai PKB. Bahkan, KH Hasyim Muzadi pun lebih cenderung berpihak pada PPP. “PPP semacam mendapat pupuk dengan gabungnya para kiai kharismatik,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam Malang dan Depok, KH Hasyim Muzadi, pada halaqah Mukernas I PPP di Kediri, Selasa malam 22 Februari 2012. Bukti dukungan para kiai kharismatik ditunjukkan dengan keberhasilan PPP membuka mukernas di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, yang dipimpin KH Idris Marzuki, yang telah memilih PPP dibandingkan PKB (http://nasional.inilah.com/read/detail/1833027/hasyim-muzadi-ppp-makin-kuat-pkb-kian-kecil)

Menyadari bahaya tersebut, Muhaimin bersama pengurus PKB rajin menggelar halaqah dan pertemuan dengan para kiai dan ulama NU untuk mengajak mereka kembali ke lapangan untuk melakukan gerakan Ahlulssunah Wal Jamaah (Aswaja) di dunia yang tak bisa lepas dari kegiatan politik praktis. Karena NU tidak mungkin lagi melakukan politik praktis, maka peluang yang diberikan partai sangat bermanfaat. Inilah peluang yang dilihat oleh Muhaimin. Nampaknya halaqah kiai dan ulama di Pondok Pesantren Alfadlu Wal-Ifadhilah di Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Minggu (15/4) yang dibuka oleh Muhaimin, seperti menyatukan kembali kiai dan ulama yang selama ini berada di luar lapangan (Kompas, 17 April 2012). Dengan hampir semua kiai ternama di Jateng hadir dalam kegiatan itu, menurut Ketua Fraksi PKB DPR RI, Marwan Jafar, adalah bekal bagi PKB untuk bisa meraih suara 7 sampai 8 persen di pemilu mendatang (VIVAnews, Jakarta, Selasa, 13 Maret  2012, 06:47 WIB).

Namun, tidak mudah menarik kembali suara para Nahdliyin yang sudah berada di berbagai partai lain itu. Masalah utama bagi Muhaimin, sebenarnya adalah bagaimana menyelesaikan masalah perpecahan dalam keluarga dekat lebih dahulu, baru mungkin bisa meraih simpati dari keluarga besar NU, yang merasa aspirasi mereka dulu pernah terabaikan oleh Gus Dur dengan membentuk PKB sebagai partai terbuka. Selain itu, kondisi masyarakat sekarang ini dalam menentukan sikap politiknya, cenderung pragmatis ekonomis dan independen. Sehingga, mereka tidak mau didikte atau diarahkan oleh siapa pun, termasuk oleh pimpinan ormas Islam dan para kiai. Sikap politik mereka tidak mewakili siapa pun kecuali mewakili dirinya sendiri.

Atau Muhaimin berani tampil sebagai partai terbuka secara konsisten, mengharapkan suara dari pemilih kelompok Muslim muda yang berpikiran maju, tidak hanya dari warga Nahdliyin saja. ”Orang Islam yang kuat agamanya, sekaligus pada waktu yang sama, bisa menjadi demokrat tulen.”, kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ketika menyampaikan orasi ilmiahnya pada saat menerima gelar Dr (HC) bidang hukum di Universitas Webster di Saint Louis, Missouri, AS tahun 2005 (Republika, 28 Juli 2009). Kalau tidak, PKB mungkin kembali hanya menjadi penggembira bagi Partai Demokrat.

*Ditulis untuk sociopolitica oleh Syamsir Alam. Mantan aktivis mahasiswa era Orde Baru yang sudah lama mengubur ‘kapak perperangan’, namun tergerak untuk menggalinya kembali setelah melihat karut-marut situasi politik sekarang.

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s