TANPA kedatangan ‘utusan setan’ sekalipun, segala jenis setan memang sudah ada di negeri kita ini. Solid dan terkonsolidasi. Kalau ada yang meneriakkan tentang ‘utusan setan’, tak lain karena seperti maling, setan pun bisa menggunakan taktik ‘setan teriak setan’. Paling cerdik dan culas di antara segala setan yang gentayangan di negeri ini, adalah setan yang menjadi mahaguru ilmu korupsi. Para manusia yang menjadi murid-muridnya –dan telah bermutasi sebagai setan korupsi– telah ikut mengisi sejarah Indonesia merdeka selama 66 tahun lebih. Tentang ‘utusan setan’, sekedar sebagai intermezzo, baca juga sebuah tulisan lain di blog ini, 28 Mei 2012. (https://sociopolitica.wordpress.com/2012/05/28/lady-gaga-semua-setan-juga-sudah-ada-di-sini/).

Tentu operasi setan tak hanya terjadi di Indonesia. Penulis perempuan dengan jam terbang lebih 30 tahun, Bethany McLean, dan kolumnis bisnis Joe Nocera, 2010 menulis buku “All The Devils Are Here” (Penguin Book). Seperti tercermin pada subjudulnya, buku itu membuka kedok sejumlah tokoh dan lembaga internasional yang telah membangkrutkan dunia, melalui skandal keuangan maupun kebijakan. Beberapa nama di antaranya, tidak asing, atau setidaknya diketahui pernah bersentuhan dengan Indonesia.
Namun, dengan atau tanpa persentuhan dengan luar pun, para pelaku korupsi di Indonesia sudah cukup dahsyat. Dan sewaktu-waktu bisa membangkrutkan keuangan negara, sekaligus membangkrutkan moral bangsa.
Bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi misalnya, bisa menjadi komoditi kejahatan. BBM bersubsidi diselundupkan ke beberapa negara sekitar yang harga jual BBM-nya lebih tinggi. Bukan rahasia bahwa ikan dan kekayaan laut Indonesia lainnya, selalu dijarah habis-habisan oleh nelayan negara tetangga yang terorganisir, karena kelemahan kebijakan kelautan maupun lemahnya pengawasan dari TNI-AL yang kapalnya kurang banyak. Mantan Menteri Kelautan Rokhmin Dahuri, mengutip data FAO tahun 2008, menyebutkan 1 juta ton ikan senilai 30 trilyun rupiah per tahun dicuri dari perairan Indonesia. Dalam keadaan seperti itu, pemerintah Indonesia belum lama ini sepakat menjamin kepada pemerintah Malaysia, tidak menangkap kapal nelayan Malaysia yang kedapatan mencuri ikan, dan hanya mengusirnya. Padahal, beberapa daerah di Malaysia menjadi tempat berkumpulnya berbagai kapal nelayan asing dari berbagai negara yang rutin mencuri ikan di perairan Indonesia. Mereka biasanya diberi bendera Malaysia. Para pejabat kita bodoh, atau punya udang di balik batu hingga bisa bersepakat seperti itu? Rupanya ada setan di antara mereka, atau paling tidak, ada perjanjian dengan setan. Tak beda dengan masalah perkayuan. Hutan Indonesia, terutama di Kalimantan, habis tandas melalui illegal logging, yang bisa dipastikan leluasa terjadi karena bekerjanya tangan-tangan setan di kalangan pejabat Indonesia sendiri.
Setelah marak di lembaga perwakilan rakyat dan berbagai tempat lain, kini mulai terungkap bahwa tangan setan korupsi pun sudah masuk ke wilayah “centre of excellence”, yakni perguruan-perguruan tinggi Indonesia. Berita terbaru menyebutkan ada 16 perguruan tinggi negeri terkait dengan proyek yang dimanipulasi dan dikorupsi. Proyek-proyek itu masuk ke perguruan tinggi melalui tangan para politisi partai, seperti Angelina Sondakh dan sejumlah nama lainnya, dengan pungutan fee balas jasa. Apakah para otoritas kampus itu terlibat dengan sadar dan terencana, atau sekedar sebagai korban para politisi yang rupanya sedang sibuk menumpuk bekal untuk menghadapi tahun 2014? Akan diketahui dalam waktu dekat. Bila mereka ternyata hanyalah ‘korban’, bukankah itu berarti mereka adalah manusia yang terlalu bodoh, gampang dipermainkan para politisi. Dengan itu, mereka sebenarnya tak pantas mengelola perguruan tinggi, tempat mencetak manusia harapan masa depan. Tapi memang, setan bisa berbisik di mana saja dan kepada siapa pun juga.
Beberapa bangunan di Proyek Hambalang runtuh karena tanah di bawahnya amblas. Artinya, tak ada penelitian cermat yang menjadi dasar studi kelayakan. Studi kelayakan dilakukan 10 tahun lalu, tanpa penelitian ulang lagi. Karena tergesa-gesa menciptakan sumber uang akibat tekanan waktu menuju 2014? Terkait proyek ini, KPK mengungkap semacam data ‘permulaan’ tentang keterlibatan perusahaan milik Athiyah Laila isteri Anas Urbaningrum sebagai sub-kontraktor. Mungkinkah Anas tak diberi tahu Laila, dan lebih dari itu, tak dibagi hasil DP, sehingga Anas berani bersumpah, bila satu rupiah saja ia menerima uang dari proyek Hambalang, “Gantung Anas di Monas”? Tapi dalam ilmu debat kusir, memang benar juga Anas secara harfiah tak menerima satu rupiah dari Proyek Hambalang, melainkan lebih dari satu rupiah dan itu dari tangan isterinya. Kecuali sang isteri tak berbagi dengan suami.
Penyebutan begitu banyak nama tokoh Partai Demokrat dalam berbagai dugaan rekayasa uang negara, pada akhirnya akan mengkristal sebagai suatu tanda tanya besar tentang kadar integritas pada internal partai. Hal yang sama tentu berlaku bagi partai-partai lain, khususnya yang ada dalam koalisi, karena tak satu pun dari partai itu yang yang lolos dari sorotan akibat perilaku dan keterlibatan tokoh-tokohnya dalam berbagai kasus dugaan korupsi. Sesuatu yang sebenarnya tidak berbeda dengan partai-partai di luar pagar koalisi. Bedanya, hanya bahwa mereka yang ada dalam koalisi kekuasaan pemerintahan bisa berperan sebagai bintang-bintang utama, sedangkan mereka yang di luar kekuasaan pengelolaan pemerintahan hanya memainkan perang samping dan menunggu bola muntah. Beberapa tokoh PDIP, seperti Wayan Koster misalnya, disebut-sebut namanya dalam kaitan kasus Wisma Atlet karena mendapat bola muntah. Sedang rekan-rekannya yang lain, Panda Nababan cs, terlibat sebagai penerima suap dalam kasus gratifikasi Miranda Goeltom yang sebenarnya adalah kisah lama yang berlarut-larut dan hampir basi.
MAKA menjadi menarik, cerita tentang apa yang disampaikan Susilo Bambang Yudhoyono, beberapa waktu yang lalu di Bali dalam reuni alumni angkatannya di Akabri. Diceritakan bahwa di situ SBY mengatakan tak bisa lagi sepenuhnya mempercayai para menteri di kabinetnya yang berasal dari partai koalisi menjelang 2014 ini. Kalau kita coba menterjemahkan, barangkali ketidakpercayaan itu terutama terarah kepada sesuatu yang gampang diduga, bahwa para menteri yang berasal dari partai, akan bekerja mengumpulkan dana sebagai bekal menghadapi 2014. Tugas lain akan dikesampingkan. Suatu hal yang pasti juga akan (atau sudah) dilakukan di lingkungan Partai Demokrat. Apalagi bila benar bahwa di belakang layar, ada persiapan pembentukan dinasti, meski Susilo Bambang Yudhoyono selalu menepis isu terkait.
Biaya menuju kursi nomor 1 dan 2 di Republik ini, akan ada pada skala angka trilyunan rupiah. Di atas kertas tak ada tokoh yag sanggup menghimpun dana sebesar itu dengan cara bersih, apalagi dalam waktu cepat.
SEJUMLAH lakon di pentas Phantom Theatre akan segera disaksikan rakyat dalam dua tahun sampai 2014. Tak bisa dipercaya bahwa persaingan memperebutkan kekuasaan negara pada 2014 akan berlangsung bersih, baik dalam cara maupun dalam pengerahan daya menciptakan topangan biaya. Dan karena semua pihak cenderung bersaing dengan cara yang kotor, maka akan tercipta status quo dan mungkin moratorium terselubung dalam pemberantasan korupsi. Dalam skenario itu KPK harus bisa diatur-atur agar melambatkan proses, tanpa rakyat tahu bahwa kecepatan sedang diturunkan.
Memang sejauh ini, belum ada cara lain yang efektif dalam mengorganisir dana politik dan kekuasaan kecuali melalui manipulasi, pemerasan pengusaha putih dengan bantuan ‘tuyul’, persekongkolan dengan konglomerat hitam dan korupsi uang negara. Memang inilah cara-cara pesugihan modern yang dibutuhkan untuk sementara ini, sebagai bagian dari tumbuhnya dunia takhayul modern.
Harus dihentikan? Bagaimana dan oleh siapa?