Kisah SBY dan Indro Tjahjono: Kecurangan Dalam Dua Pemilihan Umum Presiden (1)

TELAH lebih dari sepuluh hari ini, berita kecurangan dan manipulasi suara untuk memenangkan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden dalam Pemilihan Umum Presiden RI 2004 maupun 2009, kembali bergulir. Tetapi, hanya melalui media sosial di jaringan dunia maya, dan boleh dikatakan tak mendapat tempat di kolom-kolom pemberitaan media cetak maupun televisi. Sumber berita, adalah Ir Indro Tjahjono, seorang aktivis gerakan kritis mahasiswa tahun 1978, seangkatan antara lain dengan Dr Rizal Ramli dan Ir Heri Akhmadi.

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO DI FORUM PARTAI DEMOKRAT, DI MIMBAR GARUDA. Terdongkrak secara ajaib. (foto detik)

Berbicara di ‘Rumah Perubahan’, Jalan Gajah Mada Jakarta pekan lalu, Indro Tjahjono mengungkapkan bahwa KPU (Komisi Pemilihan Umum) telah melakukan kecurangan untuk memenangkan Susilo Bambang Yudhoyono dalam dua Pemilihan Presiden, baik di tahun 2004 maupun tahun 2009, melalui manipulasi sistem Informasi Teknologi (IT).

Indro merinci, dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden 2004, semua PC (personal computer) di KPU yang digunakan untuk penghitungan suara, telah diset-up dengan program khusus di malam hari. “Ketika tidak ada orang di KPU, malam-malam ada yang datang. Semua PC diisi program untuk memenangkan SBY”, kata Indro. Dan, “yang terdongkrak secara ajaib adalah suara Partai Demokrat”.

Manipulasi dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden 2009, lebih maju lagi selangkah. Semua unit PC yang akan dimasukkan ke KPU lebih dulu telah diset-up dengan program tertentu. Kecurangan IT pada Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2009 ini, menurut Indro, memang lebih complicated. “Pada 2009, tidak cukup dicurangi dari sisi IT, tetapi juga dilakukan rekaya manual. Salah satunya dari DPT (Daftar Pemilih Tetap). Rekayasa manual dicocokkan untuk pengontrolan suara dari sisi IT, agar jangan sampai hitungan IT melonjak, tetapi manualnya tidak cocok”. Rekayasa manual itu, demikian Indro lebih jauh, diback-up dengan manipulasi IT. “Ini untuk memberi patokan kepada publik bahwa kemenangan yang diraih SBY atau Partai Demokrat, cukup besar. IT yang sudah diset-up akan mendekati hitungan suara manual yang sudah direkayasa melalui DPT”.

Bila apa yang diungkapkan Indro Tjahjono ini mengandung kebenaran, ini adalah sesuatu yang spektakular sebenarnya. Namun, nyatanya berita itu tak mendapat perhatian spektakular dan tempat yang layak dalam kolom pemberitaan media cetak maupun media televisi. Tentu, ini cukup mengherankan. Apakah Indro Tjahjono yang di masa lampau punya reputasi aktivis gerakan moral kini surut dalam aspek kepercayaan publik dan atau khalayak politik, karena dia dan Rizal Ramli serta kawan-kawan, sudah dipandang sebagai bagian dari permainan politik praktis saat ini? Jadi, wajar kalau mereka melontarkan berbagai cara untuk mendiskreditkan lawan, katakanlah, dalam hal ini, Susilo Bambang Yudhoyono, terhadap siapa Rizal dan kawan-kawan sangat kritis? Dan karena tak ada reaksi signifikan di tengah publik, maka para pendukung SBY dan Partai Demokrat pun merasa tak perlu bereaksi yang malah akan memperbesar isu.

SEBENARNYA, Indro Tjahjono dan kawan-kawan di zamannya di tahun 1978, punya reputasi dan kredibilitas berharga dalam konteks gerakan kritis terhadap rezim Soeharto. Berikut ini catatan yang diangkat dari buku ‘Menyilang Jalan Kekuasaan Militer Otoriter’ (Rum Aly, Penerbit Buku Kompas, 2004) tentang gerakan kritis mahasiswa di tahun 1978. Gerakan ini adalah gerakan pertama yang menyatakan terang-terangan menolak Jenderal Soeharto melanjutkan kekuasaannya.

Setelah Pemilihan Umum 1977, sejumlah dewan dan senat mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi Bandung, mencetuskan Memorandum Mahasiswa Bandung yang berisi tuntutan perbaikan tubuh MPR/DPR-RI. Memorandum itu mereka sampaikan tepat pada hari pelantikan anggota MPR/DPR baru hasil Pemilihan Umum 1977, tanggal 1 Oktober 1977. Sebelumnya, 13 September 1977, sejumlah mahasiswa ITB, IPB dan UI bahkan membentuk ‘Dewan Perwakilan Rakyat Sementara’ mengganti DPR yang sedang reses, untuk mengisi apa yang mereka anggap sebagai ‘kekosongan’ ketatanegaraan setelah ‘non aktif’nya DPR lama sementara DPR baru belum dilantik. Laksus Kopkamtibda (Pelaksana Khusus Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) Jaya merasa perlu untuk menahan 8 mahasiswa anggota ‘DPR Sementara’ ini, sebagai bagian dari tindakan represif yang tak dapat ditawar lagi. Sikap represif kalangan penguasa, memicu aksi-aksi mahasiswa yang lebih besar dan lebih besar lagi. Dengan momentum Sumpah Pemuda 28 Oktober 1977, usai upacara peringatan, ribuan mahasiswa dan pelajar Bandung turun berbaris ke jalan-jalan kota Bandung dalam ‘kawalan’ panser tentara.

Suatu ketegangan baru telah terpicu. Tatkala kritik mahasiswa makin meningkat, kalangan kekuasaan yang merasa ‘berhasil’ dengan cara-cara keras dalam memadamkan Peristiwa 15 Januari 1974 sebelumnya, kembali mengulangi sikap-sikap keras dengan kadar yang semakin tinggi. Pada bulan Januari 1978 menuju bulan Pebruari, Menteri P&K Sjarif Thajeb mengikuti perintah Kopkamtib, membubarkan DM ITB (1977-1978) yang dipimpin oleh Heri Akhmadi. Sebab musabab utama pastilah karena keluarnya pernyataan mahasiswa 16 Januari 1978 yang menyatakan tidak setuju kursi Presiden diduduki dua kali berturut-turut oleh orang yang sama. Ini berarti, mahasiswa tidak setuju Soeharto menjadi Presiden untuk kedua kalinya dalam pemilihan presiden pada SU-MPR yang akan berlangsung Maret 1978. Di depan kampus ITB terpampang jelas spanduk yang dibuat mahasiswa: Tidak berkehendak dan tidak menginginkan pencalonan kembali Jenderal Purnawirawan Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia. Bersamaan dengan pernyataan penolakan itu, mahasiswa mengeluarkan ‘Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978’. Penguasa segera melarang secara resmi ‘Buku Putih’ tersebut. Tindakan pembubaran dan aneka tekanan lainnya dilakukan pula terhadap DM-DM yang lain di Bandung, terutama pada beberapa perguruan tinggi utama seperti antara lain Universitas Padjadjaran, Universitas Parahyangan dan IKIP.

Tampaknya saat itu tekanan utama ditujukan ke ITB. Tanggal 21 Januari 1978 Radio ITB 8-EH yang dianggap sebagai corong suara mahasiswa, disegel oleh Laksus Kopkamtibda Jawa Barat. Bersamaan dengan itu beberapa tokoh mahasiswa, terutama dari ITB, ditangkapi dan dikenakan penahanan. Muncul gelombang protes sebagai tanda solidaritas dari mahasiswa Bandung. DM ITB lalu menyerukan suatu mogok kuliah melalui ‘Pernyataan tidak mengikuti kegiatan akademis’ (28 Januari 1978). Mereka juga menuntut segera membebaskan mahasiswa-mahasiswa yang ditahan, mencabut pembungkaman pers, dan menarik tuduhan-tuduhan sepihak terhadap mahasiswa.

Kampus ITB pada hari-hari terakhir Januari 1978 itu dipenuhi poster, dan mahasiswa betul-betul mogok kuliah. Mahasiswa memasang spanduk yang bertuliskan “Turunkan Soeharto !”. Lalu DM ITB mengeluarkan suatu deklarasi yang menyatakan tidak mempercayai pemerintah Orde Baru, tepat di akhir Januari 1978. Untuk berjaga-jaga terhadap berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan mahasiswa ITB melakukan penjagaan dan pengawasan atas pintu-pintu kampus, agar tidak dimasuki oleh orang-orang luar kampus yang tidak diinginkan. Namun jawaban penguasa adalah lain sama sekali. Tentara menyerbu kampus dengan mengerahkan pasukan-pasukan bersenjata lengkap dipimpin sejumlah komandan muda yang kelak akan menduduki posisi-posisi penting dalam jajaran militer dan kekuasaan. Dengan popor dan bayonet mereka merasuk ke dalam kampus dan menduduki kampus. Mereka mengerahkan pula tank dan panser serta memblokade kampus. Beberapa kampus utama Bandung lainnya juga mengalami hal yang sama dan ditempatkan dalam pengawasan militer. Pendudukan kampus ITB, Universitas Padjadjaran, IKIP dan kampus Bandung lainnya berlangsung hingga 25 Maret 1978, hampir dua bulan lamanya.

Dalam rangkaian peristiwa pendudukan kampus 1978 di Bandung ini, beberapa tokoh mahasiswa ditangkap, termasuk Heri Akhmadi dan Indro Tjahjono. Tetapi Rizal Ramli, secara dini berhasil lolos menyelamatkan diri.

(sociopolitica.me/sociopolitica.wordpress.com) – Berlanjut ke Bagian 2.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s