MATA rantai evolusi yang terdekat bagi manusia menurut teori Charles Darwin adalah kera (ape) dan monyet (monkey). Manusia, kera dan monyet adalah trio yang berada bersama dalam ordo primata, di antara 350 spesies. Primata atau primates (Latin) bermakna “pertama, terbaik dan termulia”. Terbaik dari trio ini adalah manusia (homo sapiens) yang berjalan tegak di atas kaki. Kera (yang tak berekor) dan monyet (yang berekor) juga bisa berjalan tegak namun tetap senang berjalan atau berlari merangkak dengan sekaligus menggunakan dua kaki dan dua tangan. Manusia hanya ‘merangkak’ bila ‘terpaksa’, misalnya bila memohon belas kasihan dari manusia lain yang lebih kuat dan berkuasa (karena punya jabatan dan atau kekayaan melimpah). Seringkali manusia yang berkuasa memang senang manusia lain ‘merangkak’ di hadapannya. Itu yang sering terjadi dalam bentuk penindasan, antar negara, antar bangsa maupun antar manusia dalam satu kelompok atau satu negara.

Bila di antara spesiesnya sendiri saja manusia sanggup saling menindas, apalagi terhadap spesies lain, termasuk sesama intra ordo maupun inter ordo. Karena berbagai intervensi manusia, kera besar Gorilla gunung hanya tersisa kurang dari 900 di dunia ini, di Rwanda dan Uganda. Sejumlah organisasi swadaya masyarakat karenanya merasa perlu menyerukan pertolongan dunia. Di Indonesia, Orang Utan dibuat merana di habitatnya, dijadikan buruan untuk diperjualbelikan dan disuruh bunuh oleh pengusaha-pengusaha perkebunan karena dianggap hama. Untuk menyelamatkan kera ini dari kemusnahan, sejumlah sukarelawan dari berbagai penjuru dunia turun tangan untuk membangun reservasi bagi Orang Utan.
Monyet-monyet juga juga menjadi komoditi bagi manusia. Ditangkap lalu dijual ke berbagai negara untuk berbagai keperluan. Termasuk sebagai komoditas pertunjukan dan hiburan. Di beberapa negara di Asia dan juga Indonesia, dikenal hiburan topeng monyet. Monyet-monyet ini dilatih dengan keras, agar mampu tampil menghibur meniru perilaku manusia: Bisa menari, naik sepeda, belanja ke pasar dan sebagainya. Selain menghibur, monyet-monyet itu juga dilatih mengemis di dekat traffic light. Latihan yang dijalani mahluk berekor ini untuk itu amat keras, dengan cambukan bila melawan atau bebal, dan diberi makan hanya bila berhasil menuruti perintah tuannya (reward and punishment). Mirip treatmen anjing Pavlov. Pada tingkat lebih ke atas, treatmen seperti ini juga diterapkan dalam menundukkan sesama manusia.
KELOMPOK monyet di hutan-hutan, menyusun diri berdasarkan kekuatan menggertak dan perkelahian. Kelompok monyet sepenuhnya ‘patriarki’ dengan hegemonic masculinity. Jantan yang terbesar tubuhnya dan terkuat secara fisik menjadi pemimpin, Monyet Alpha –menurut Shobhanaj dalam jurnal Wildlife in Central India– atau Monyet Number One. Sang monyet pemimpin memiliki fasilitas dan betina-betina terbaik di sekelilingnya, nyaris tak menyisakan untuk jantan lain. Maka jantan lain bergerombol sendiri dalam kelompok-kelompok, tanpa betina, dan hanya mengintai kesempatan bila ingin memenuhi hasrat. Sekali berhasil menculik betina, ia bisa menguasainya dalam jangka lama, dan memisahkan diri dari kelompok sambil menunggu kesempatan baru menculik betina lain, sehingga bisa mengembangkan ‘kerajaan’nya sendiri. Bila tak juga berhasil meyergap betina yang kurang waspada dan terlepas agak jauh dari gerombolannya, tak jarang hasrat itu dilampiaskan dalam hubungan sejenis, yakni oleh monyet jantan yang lebih kuat terhadap jantan yang lebih lemah. Tetapi bukan mustahil pelaku pemaksaan seksual sejenis ini, pada gilirannya juga menjadi korban dari jantan lain yang lebih kuat dari dirinya.
Jika ada di antara jantan pada gerombolan tersebut merasa cukup kuat, ia menantang Monyet Alpha. Bila kalah, ia harus lari sejauh-jauhnya dan bergabung dengan gerombolan jantan lainnya dalam posisi bawah. Tapi bila ia berhasil mengalahkan Alpha, ia mengambil posisi sebagai pemimpin baru dan seluruh betina menjadi miliknya. Saat pertarungan berlangsung para betina berkeliling melindungi anak-anak biologis sang Alpha dari serangan jantan lain dalam gerombolan agresor. Anak-anak Alpha yang berkelamin jantan ikut berjingkrak-jingkrak sambil menjerit-jerit untuk menakut-nakuti sang penyerang. Akan tetapi saat Alpha dikalahkan, betina-betina ini akan beramai-ramai ikut mengusir sang Alpha yang sudah dikalahkan itu. Alpha yang terkalahkan akan mencoba bergabung dengan gerombolan jantan lainnya sebagai kasta terbawah. Hanya betina-betina yang sedang hamil berbuat lain, membentur-benturkan tubuhnya ke batang pepohonan untuk menggugurkan kandungannya, karena dalam keadaan hamil ia tak akan mendapat tempat di sisi penguasa baru. Anak-anak monyet berjenis kelamin jantan yang masih kecil, akan dibunuhi oleh Alpha baru, tapi yang betina dibiarkan hidup sebagai inventaris masa depan. Monyet-monyet jantan yang sudah menjelang dewasa, melarikan diri untuk bergabung dengan berbagai gerombolan jantan lainnya meskipun akan berada di strata paling bawah. Kalau tidak lari, ia akan dibunuh oleh Apha baru.
Karena pola kekuasaan tunggal ini, satu kelompok paling banyak terdiri hanya 40-70 monyet saja. Alpha takkan sanggup melindungi gerombolan yang terlalu besar. Gerombolan jantan tanpa betina, juga memiliki populasi yang kurang lebih sama. Lebih dari itu, kelompok menjadi kacau dan sangat anarkis.
SEHARI-HARI, anggota gerombolan-gerombolan monyet jantan, senang berjingkrak-jingkrak atau bergelayutan ke sana ke mari di pepohonan. Saling mengejek dengan riuh rendah seraya jingkrak-jingkrak (monkey debate) dan menjahili atau tawuran. Saling mencuri makanan bila ada kesempatan. Bagi manusia yang menyaksikan, itu semua adalah perilaku edan. Sementara itu dalam gerombolan yang punya pemimpin, sang Alpha selalu berada tak jauh-jauh dari seluruh betina dan anak-anak biologisnya, agar bisa bertindak menggertak atau menindaki gerombolan jantan yang coba menganggu para betinanya. Saat melakukan hubungan dengan betinanya pun ia selalu bersikap siaga.
Mengacu kepada perilaku edan sehari-hari yang sering dipertunjukkan para monyet, maka muncul penamaan monkey business bagi perilaku ekonomi manusia yang dilakukan secara irasional. Penuh spekulasi, persekongkolan dan aneka kecurangan lainnya. Pelaku monkey business memang sering loncat sana loncat sini tak beraturan, bentur sana bentur sini untuk mencapai tujuan. Maka pembuat film di tahun 1950-an tertarik membuat film berjudul Monkey Business dengan bintang ternama di zamannya, Gary Grant, Marilyn Moenroe, Ginger Rogers dan Charles Coburn.
Perilaku yang sama sebenarnya juga sering dilakukan manusia dalam kehidupan politik. Irasional, tanpa prinsip yang jelas. Coba perhatikan kehidupan politik di beberapa negara kacau ataupun setengah kacau, termasuk Indonesia. Politik penuh pertengkaran dengan gaya monkey debate, yang seringkali dilengkapi pengerahan massa untuk tawuran. Mungkinkah sudah bisa digunakan juga istilah monkey politics? Dalam kehidupan monyet sehari-hari, terdapat perilaku korup yang kuat, yakni pemimpin mengambil dan memiliki sebanyak-banyak untuk diri sendiri. Termasuk dalam kepemilikan betina. Membolehkan segala cara untuk mencapai tujuan, saling menjahili, saling mencuri, saling tindas, tak kenal etika, tak ada rasa adil. Kesetiaan monyet, tak bisa dipegang. Kiblatnya adalah kekuatan. Bedanya, para monyet hanya sanggup mendirikan Banana Republic kecil-kecilan, sedang manusia sanggup mendirikan republik sungguhan.

Khusus dalam soal kawin mawin, monyet dan manusia memiliki hasrat yang sama. Senang poligami. Maklum satu ordo dan berada dalam mata rantai evolusi yang sangat berdekatan. Hanya saja, manusia lebih cerdik dalam cara berpoligami, termasuk dalam menyiapkan pembenaran-pembenaran. Bila perlu, nama Tuhan dan ajaran agama pun bisa disiasati.
DALAM film fiksi ilmiah Planet of The Apes tahun 1960-an –yang beberapa kali difilmkan ulang dengan versi yang diperbarui– tergambarkan bahwa suatu waktu di masa depan, primata kera mengambil peran manusia menjadi penguasa bumi. Saat itu, giliran manusia ditindas sebagai spesies kelas dua. Terbaru, ada sebuah film science fiction berjudul Rise of The Planet of The Apes menggambarkan awal cerita kenapa primata kera akhirnya bisa memasuki proses menuju ke posisi sebagai penguasa bumi. Tapi sembilan dari sepuluh, primata kera –apalagi monyet– tidak berpeluang menjadi mahluk terunggul dan menjadi penguasa bumi. Paling mungkin terjadi justru adalah manusia dengan daur ulang monkey original behaviour warisan antar primata dalam perjalanan proses evolusi masa lampau yang akan melakoni kekuasaan bercorak monkey style. Manusia dengan perilaku seperti itu lah –dari monkey business sampai monkey politic– yang akan berhasil menjadi pemegang dominasi dalam kehidupan manusia di masa depan. Toh, hasil akhirnya bisa memiliki esensi yang sama yaitu terbentuknya model Planet of The Apes. Gejala menuju ke sana kerap kali telah terlihat di sana sini, termasuk di negara kita.
(socio-politica.com/sociopolitica.wordpress.com)