SELAIN tongkat rotan, tameng PHH, gas air mata, water cannon, lemparan batu, peluru karet maupun peluru tajam, aparat keamanan juga menggunakan ‘senjata’ tuduhan bahwa para demonstran –khususnya barisan mahasiswa– melakukan anarkisme. Namun, fakta di lapangan justru memperlihatkan betapa aparat keamanan itu sendiri, tak segan-segan mempertontonkan anarkisme yang sesungguhnya. Puluhan juta penonton televisi nasional bisa menyaksikan berbagai adegan kekerasan oleh polisi berseragam maupun tak berseragam, memukuli dengan keji demonstran yang mereka bekuk dalam tindak keroyokan ala preman jalanan. Kamis malam 29 Maret di Jalan Diponegoro-Salemba Jakarta misalnya, terlihat bagaimana polisi beramai-ramai menghajar habis-habisan pengunjuk rasa, sampai jatuh bangun terseret-seret. Sementara di Makassar, pada hari yang sama, polisi bergantian memukuli dengan tongkat dan tangan, seorang pengunjuk rasa yang terperangkap di sebuah selokan. Di Gambir Jakarta sehari sebelumnya, awak media pun tak luput dari kekerasan dan perampasan alat kerja (data card) mereka. Perampasan card itu pastilah dimaksudkan untuk menghilangkan bukti aksi brutal mereka terhadap demonstran yang terekam di sana.

Adegan keji oleh aparat keamanan tampil sebagai atraksi tetap pada setiap penanganan unjuk rasa, di setiap kesempatan di berbagai kota. Tapi sungguh menakjubkan, dengan fakta-fakta telanjang yang terekam oleh media itu, perwira-perwira kepolisian dengan wajah beku seakan tak bersalah, masih sanggup mengatakan bahwa para pengunjuk rasa lah yang telah bersikap anarkis.
SEPASANG pewawancara dari stasiun televisi berita nasional, Kamis malam 28 Maret, sempat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang memojokkan sejumlah mahasiswa dan pekerja pengunjuk rasa dalam kesan sebagai pelaku unjukrasa anarkis. Padahal sehari sebelumnya, kamerawan pemberita stasiun TV itulah, yang mengalami kekerasan dan perampasan peralatan oleh polisi di depan Stasiun Gambir.
Mengamati masalah dengan membatasi diri pada permukaan masalah saja, memang bisa menggiring kepada anggapan bahwa para pengunjuk rasa –mahasiswa pada khususnya– seringkali melakukan aksi anarki saat berunjukrasa. Tetapi benarkah para mahasiswa itulah sumber anarki yang sesungguhnya? Continue reading Unjuk Rasa Versus Tuduhan Anarkisme