LATAR belakang ketiga inilah –yakni adanya pembasmian awal pengikut PKI oleh DI/TII– yang membuat PKI tak pernah berkesempatan menanam benih kebencian di pedalaman Jawa Barat melalui aksi-aksi sepihaknya seperti halnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur misalnya. Karena tak menabur banyak benih angin kebencian, maka PKI Jawa Barat pun tak perlu menuai badai pembalasan besar-besaran. Selain itu, PKI dan perwira militer yang dipengaruhi komunis di Jawa Barat, tak melakukan tindakan yang sama dengan yang mereka lakukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. PKI Jawa Barat dan pendukung militernya tidak membentuk Dewan Revolusi secara provokatif, dan juga tak melakukan aksi kekerasan dan gerakan bersenjata pada hari-hari pertama setelah Peristiwa 30 September 1965.

Selain itu, cepatnya mahasiswa dan pelajar, khususnya di Bandung, bergerak merebut dan menduduki markas-markas PKI dan mantel-mantel organisasinya, sadar atau tidak telah mengkanalisir kemarahan masyarakat non PKI atas Peristiwa 30 September 1965 dalam gerakan-gerakan yang lebih terarah. Gerakan-gerakan anti PKI di Jawa Barat, menjadi gerakan yang sepantasnya saja, tanpa banyak ekses di luar batas kemanusiaan seperti halnya yang terjadi di berbagai daerah lain di Indonesia. Hal ini pernah diakui Mayor Jenderal HR Dharsono, kepada sejumlah tokoh kesatuan aksi di Jawa Barat, saat masih menjabat sebagai Panglima Kodam VI (waktu itu) Siliwangi.
Bila di Jawa Tengah dan Jawa Timur konflik di akar rumput antara PKI-Non PKI berdasarkan dendam lama berlangsung berlarut-larut dan bertele-tele, maka di Jawa Barat pola konflik dengan cepat beralih ke masalah lebih mendasar tentang pengelolaan negara. Isu anti PKI beralih kepada yang dianggap menjadi pokok masalah bagi terciptanya pertentangan di masyarakat, Continue reading Kisah Jenderal Sarwo Edhie Wibowo dan RPKAD 1965-1966 (5)