Setelah Mengeluh di Depan Patung Gorila Ragunan, Akhirnya Bertemu Presiden

“Apakah Polri akan menambah fungsinya, selain sebagai perekayasa kasus –seperti dituduhkan beberapa waktu lalu– juga sebagai biro jasa ‘pemakaman’ kasus?”

SETELAH gagal bertemu Gorila Ragunan dan hanya bisa menyampaikan keluhan di depan patung gorila saja, pejalan kaki Malang-Jakarta, Indra Azwan, kembali ke dunia manusia. Ia akhirnya bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama 10 menit pada hari Selasa 10 Agustus 2010 pukul 15.45, meskipun hanya di taman istana.

Tipikal rakyat kecil, Indra Azwan puas karena ternyata pemimpinnya mau menemui. Tapi menurut Indra ia tidak secara khusus melaporkan kasus pengabaian hukum terhadap kasus puteranya yang 17 tahun lalu menjadi korban tabrak lari seorang perwira polisi. Indra Azwan mengaku hanya menyampaikan permintaan agar Presiden lebih memperhatikan nasib rakyat kecil. Konon Presiden berjanji akan lebih peduli.

Bagi lapisan akar rumput Indonesia, disapa seorang pemimpin –tidak hanya saat sang pemimpin butuh dukungan– adalah bagaikan satu anugerah besar. Mungkin saja persoalan yang menimpanya tak serta merta terselesaikan, tapi suasana batinnya yang semula membuatnya merasa telah terpinggirkan akan serta merta berubah. Apalagi bila nantinya persoalan ketidakadilan yang dihadapinya bisa terselesaikan. Bagi Presiden, pertemuan ini menghindarkan satu cacad sikap kepemimpinan.

Terlepas dari Indra Azwan telah ditemui Presiden, peristiwa yang menunjukkan tidak bertanggungjawabnya seorang perwira polisi –meskipun secara hukum sudah dinyatakan kadaluarsa– masalahnya tidak bisa dibiarkan begitu saja. Bagaimanapun harus ada sesuatu yang dilakukan dalam konteks pertanggungjawaban moral. Dan untuk ini, biarlah para pemimpin itu yang memikirkan sesuai akal budi dan hati nuraninya.

Tidak sedikit kasus serupa, yakni kejahatan-kejahatan yang di’selamat’kan dengan penggunaan kekuasan, telah terjadi di republik yang sebentar lagi berusia 65 tahun ini. Ada daftar panjang tentang berbagai kejahatan politik, kejahatan kemanusiaan dan kejahatan ekonomi, yang tak tersentuh. Banyak kalangan akar rumput yang tertindas, namun tak bisa menemukan jalan keadilan. Sekedar satu contoh agak baru, adalah peristiwa perkosaan yang sejak Mei lalu ramai dibicarakan namun hingga kini belum ada tindak lanjutnya secara hukum. Seorang perempuan muda SPG (Sales Promotion Girl) diperkosa oleh seorang anggota DPR-RI dari Fraksi Partai Demokrat (dan disebutkan juga adalah salah satu anggota DPP Partai Demokrat) berinisial N di Hotel Aston Bandung bersamaan dengan berlangsungnya kongres partai tersebut. Sudah ada laporan polisinya, tetapi penanganannya belum jelas. Apakah Polri akan menambah fungsinya, selain sebagai perekayasa kasus –seperti dituduhkan beberapa waktu lalu– juga sebagai biro jasa ‘pemakaman’ kasus?

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s