Kisah Indra Azwan: Gagal Bertemu Presiden, Gagal Bertemu Gorila Ragunan

“Kalau Indra berhasil menghadap, kira-kira apa yang bisa dilakukan seorang Presiden yang selama ini selalu menampilkan diri sebagai orang yang ‘tak mau’ mengintervensi hukum. Bukankah kasus tabrak lari atas putera Indra Azwan sudah dinyatakan ditolak pengadilan karena kadaluarsa. Kasus-kasus baru saja susah ditolong, apalagi yang sudah berusia 17 tahun”.

INI adalah kisah akhir pekan untuk disajikan di awal pekan ini. Kisah ‘ringan’ tapi sebenarnya bermakna ‘berat’, tentang pejalan kaki Malang-Jakarta, Indra Azwan, yang mencoba mencari keadilan atas kematian puteranya yang menjadi korban tabrak lari seorang perwira Polri 17 tahun silam. Indra mencari keadilan karena peristiwa itu baru bisa sampai ke pengadilan setelah 15 tahun tertahan di kepolisian, untuk mendapat ‘vonnis’ bebas bagi pelaku karena sudah kadaluarsa menurut ketentuan hukum yang ada. Dua tahun terakhir ini ia melanjutkan mencari keadilan, namun tak mendapat perhatian, apalagi pemecahan. (Baca, Kisah Polisi: Intervensi di Lapangan Sepakbola, Kasus Tabrak Lari 17 Tahun, dan Tilang Fatwa Haram, sociopolitica, 3 Agustus 2010).

Setelah dua kali gagal bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada Jumat 30 Juli dan Senin 2 Agustus 2010 –dan hanya di’tampung’ oleh Staf Presiden Denny Indrayana– sekali lagi Indra Azwan mencoba menemui Presiden. Kali ini di kediaman Puri Cikeas, Sabtu 7 Agustus, tetapi sekali lagi gagal. Menurut Indra Azwan, ia hanya ditemui Paspampres yang sedang bertugas, karena Presiden sedang istirahat. Atau barangkali karena Presiden sendiri memang merasa tidak perlu dan tidak harus bertemu dengan seseorang bernama Indra Azwan ini. Hasrat bertemu Presiden mungkin saja dianggap keinginan yang berlebih-lebihan dan tidak pada tempatnya. Setelah tiga kali gagal bertemu Presiden, Azwan rupanya jadi patah arang, bahwa tokoh paling ‘atas’ di republik ini takkan pernah bisa menemuinya.

Setelah gagal untuk kedua kali, 2 Agustus yang lalu, ia pernah berkata, bahwa ia memang bertekad bertemu dengan Presiden sebagai titik harapan penghabisan. Kalau tidak bisa, “apa saya harus mengadu kepada satwa di kebun binatang?”, demikian kurang lebih dikatakan Azwan. Tetapi nyatanya, Indra Azwan memang gagal bertemu dengan pemimpin ‘tertinggi’ manusia Indonesia saat ini. Tentu, peristiwa tidak berhasil bertemu Presiden, adalah hal lumrah, bukan sesuatu yang luarbiasa. Apalagi bagi mereka yang sekedar tergolong manusia kelas akar rumput. Para pemimpin Indonesia hanya gampang ditemui saat kampanye politik. Barangkali, harus menjadi konglomerat dulu misalnya, seperti yang tergambarkan dalam buku seorang wartawan muda, Pak Beye dan Istananya, barulah seseorang jauh lebih berpeluang menghadap Presiden di Istana. Menghadap Presiden itu, harus ada ‘urgensi’nya. Dan, jangan jalan kaki dong! Pakai sepatu yang sudah jebol lagi. Saru.

Satu lagi, kalau Indra berhasil menghadap, kira-kira apa yang bisa dilakukan seorang Presiden yang selama ini selalu menampilkan diri sebagai orang yang ‘tak mau’ mengintervensi hukum. Bukankah kasus tabrak lari atas putera Indra Azwan sudah dinyatakan ditolak pengadilan karena kadaluarsa. Kasus-kasus baru saja susah ditolong, apalagi yang sudah berusia 17 tahun.

MAKA, pada akhirnya setelah gagal di dunia manusia, lalu Indra Azwan datang ke Taman Margasatwa Ragunan di Jakarta Selatan. Mencoba menghadap ke satwa terkemuka di sana, yaitu sang Gorila –yang merupakan satwa dengan penampilan yang paling mendekati sosok manusia. Sayang seribu sayang, saat Indra Azwan ingin menghadap pada Minggu sore pukul 17.00, 8 Agustus 2010, sang Gorila sudah masuk ke dalam tempat peristirahatannya. Sang Gorila istirahat, setelah seharian menjalankan tugas protokolernya sebagai ‘tontonan’ resmi para pengunjung Ragunan. Terpaksa Indra Azwan hanya berkeluh kesah di depan patung Gorila. Sungguh malang orang Malang yang malang ini, Gorila pun tak bisa menerimanya untuk mengadu. “Baru jadi Gorila saja, sudah tidak bisa, apalagi…..”, kata Azwan pada akhirnya. Agaknya hanya ke hadiratNya Azwan bisa mengadu, setiap saat, sebagai harapan paling akhir. Semoga Dia yang di atas itu mampu menggerakkan para manusia pencinta keadilan untuk terus menyuarakan tuntutan keadilan bagi kasus ini dan kasus-kasus ketidakadilan lainnya. Dan semoga Dia juga akan mendamaikan hati ayah yang tak mendapat keadilan di dunia ini untuk kematian puteranya 17 tahun silam.

2 thoughts on “Kisah Indra Azwan: Gagal Bertemu Presiden, Gagal Bertemu Gorila Ragunan”

  1. Bertemu dengan Presiden untuk apa? seorang presiden tidak bisa mencampuri keputusan pengadilan. Lalu bagaimana dengan ingin menuntut keadilan? yaaa, mau bagaimana lagi karena kasus tersebut sudah kadarluwarsa. Saya hanya bisa menyatakan turut berduka cita.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s